Pemahaman Tentang Mikroba yang Membantu Perbaikan Beton

Sebagai salah satu komponen yang dibutuhkan dalam membangun sebuah bangunan, beton tetap dipercaya sampai saat ini sebagai salah satu komponen bangunan yang baik karena kekuatan dan ketahannya. Beton dalam dunia konstruksi dikenal sebagai sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.  

Namun meskipun dikenal memiliki kekuatan dan ketahan yang baik, beton juga sama seperti bahan bangunan lainya yaitu ada masa waktunya sebelum rusak. Beberapa contoh kerusakan beton adalah seperti retak atau pecah, kerusakan ini biasanya disebabkan oleh suhu lingkungan, kelembaban udara yang tidak stabil, dan faktor lainnya yang dapat merusak beton. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan sebuah perawatan agar bentuknya tetap terjaga. Akan tetapi biaya perawatan yang dibutuhkan beton bisa mencakup 2% dari harga standar tertinggi bangunan per m2.

Disinilah masalahnya, dengan biaya yang terbilang cukup tinggi ini terkadang beberapa pihak melalaikan dalam melakukan perbaikan tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah tersebut maka sekarang sudah ditemukan sebuah inovasi baru yang disebut dengan bio concrete. Melansir dari Khaliq dan Ehsan (2016), bio concrete adalah suatu produk yang dapat melakukan perbaikan secara mandiri pada retak beton (self-healing concrete) dengan cara memproduksi mineral yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba Bacillus sp. dan Sporosarcina sp didalam beton. Bakteri yang digunakan ini akan memproduksi suatu senyawa yang mampu mengisi keretakan pada beton.

Cara Bio Concrete Dapat Memperbaiki Dirinya Sendiri

Setelah mengetahui kemampuan ini mungkin sebagian dari kita masih bingung bagaimana caranya bio concrete dapat memperbaiki dirinya sendiri jika terdapat kerusakan. Pada dasarnya kemampuan self-healing dari bio concrete ini diadaptasi dari dua jenis self-healing concrete, yaitu autogenous healing and engineered healing.
Autogenous healing merupakan proses alami yang terjadi dalam beton akibat reaksi kimiawi dalam matriks beton. Proses tersebut akan mengisi retak beton dengan reaksi hidrasi partikel semen yang menghasilkan CaCO3 (kalsium karbonat). Sedangkan, engineered healing didapat dari proses penambahan bahan kimia ataupun biologi kedalam campuran matriks beton. Salah satu penerapan engineered healing dilakukan dengan pengaplikasian bakteri sebagai healing agent. Bakteri yang digunakan dalam produksi bio concrete adalah kelompok bakteri Bacillus sp. dan Sporosarcina sp (kompasiana.com, 2020).

Lebih lanjutnya, proses self-healing pada bio concrete menggunakan teknik enkapsulasi yang berfungsi untuk mengisolasi bakteri (healing agent) didalam sebuah beton. Metode ini bekerja apabila terjadi keretakan pada beton yang memicu kerusakan kapsul pada bakteri di sekitar area keretakan. Bakteri kemudian terlepas menuju pada bagian beton yang retak, sehingga memicu mekanisme self-healing karena bereaksi dengan oksigen (O2), kelembaban, dan suhu.  

Reaksi tersebut menyebabkan bakteri membentuk enzim urease yang berfungsi untuk mempercepat laju reaksi kimia (sebagai katalisator), mengubah urea menjadi karbon dioksida dan ammonium karbonat. Ammonium karbonat akan berikatan dengan ion Ca2+ yang ada pada matriks beton dan membentuk endapan CaCO3 sehingga dapat menutup retak pada beton.

 

Spesifikasi Mikroba Yang Membantu Perbaikan Beton

Pada umumnya, mikroba yang membantu perbaikan beton adalah jenis bakteri yang termasuk dalam kelompok bakteri Bacillus atau bakteri bakteri Nitrobacter. Mikroba ini sering disebut sebagai “bakteri perbaikan beton” atau “bakteri self-healing” karena kemampuannya untuk mengisi dan menyembuhkan retak-retak kecil pada struktur beton, meningkatkan daya tahan dan umur beton.

Spesifikasi umum dari mikroba yang membantu perbaikan beton meliputi:

1. Jenis Bakteri
Biasanya bakteri yang digunakan adalah Bakteri Bacillus dan/atau bakteri Nitrobacter.

2. Pengaktifan
Bakteri tersebut sering berada dalam bentuk tidak aktif (spora) dalam campuran beton dan diaktifkan ketika ada retakan atau kerusakan pada beton.

3. Proses Kerja
Ketika beton mengalami retakan, air masuk ke dalam beton dan mengaktifkan bakteri. Bakteri ini kemudian mulai mengonsumsi nutrien yang disediakan dalam campuran beton.

4. Pembentukan Kalsium Karbonat
Bakteri ini mengubah nutrien menjadi kalsium karbonat melalui proses biomineralisasi. Kalsium karbonat ini bertindak sebagai “perekat alami” yang mengisi retakan dan retakan kecil pada beton, membantu memperbaiki kerusakan tersebut.

5. Lingkungan
Bakteri perbaikan beton harus mampu bertahan dalam lingkungan alkaline dari beton.

6. Ketahanan terhadap Faktor Lingkungan
Bakteri ini harus tahan terhadap kondisi lingkungan di dalam beton, termasuk suhu tinggi, kelembaban, dan lingkungan yang kaya akan bahan kimia seperti kapur.

Penerapan bakteri perbaikan beton ini masih dalam tahap pengembangan dan penelitian, dan belum sepenuhnya menjadi standar dalam industri konstruksi. Namun, potensinya untuk meningkatkan ketahanan dan umur beton telah menarik perhatian para peneliti dan praktisi konstruksi.


Kelebihan dan Kekurangan Bio Concrete

Namun sebelum memutuskan untuk menggunakan bio concrete ini, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu apa saja kelebihan dan kekurangannya sebagai bahan pertimbangan, karena setiap bahan pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Melansir kembali dari kompasiana.com (2020)

berikut adalah kelebihan dan kekurangan bio concrete:

Kelebihan:

1. Penggunaan bio concrete lebih resisten terhadap perubahan suhu yang fluktuatif dan korosi.

2. Kekuatan kuat tekan beton dari hasil pengujian juga membuktikan bahwa self-healing concrete menghasilkan kuat tekan 10,21% lebih besar dari kuat tekan beton normal dengan komposisi tertentu

3. Dapat mengurangi biaya perbaikan beton.

Kekurangan:

1. Proses self-healing hanya berlaku di retakan-retakan dalam karena proses penimbunan CaCO3 dari bakteri tidak akan sampai ke permukaan beton sebab bakteri itu akan mati jika terpapar sinar matahari secara langsung.

2. Biaya pembuatan bio concrete ini 7-28% lebih mahal daripada pembuatan beton konvensional.

3. Dari segi kesehatan, bakteri yang tumbuh dalam bio concrete tidak baik bagi kesehatan manusia serta atmosfer lingkungan bila melebihi batas tertentu.  

Berdasarkan pembahasan mengenai bio concrete dapat disimpulkan bahwa bakteri Bacillus sp. dan Sporosarcina sp. dapat menghasilkan enzim urease sebagai katalis pembentuk CaCO3 yang dapat menutup retak pada beton. Disamping pentingnya peran bakteri tersebut sebagai healing agent, metode yang digunakan dalam perbaikan ini masih memerlukan perkembangan lebih lanjut karena masih ditemukannya beberapa efek yang kurang baik, seperti rentannya bakteri bila terpapar sinar matahari secara langsung dan tidak baiknya pengunaan bakteri bila melebihi batas tertentu bagi kesehatan manusia serta atmosfer.

Namun walaupun demikian, penerapan bio concrete terbukti dapat mengurangi biaya perbaikan beton. Penggunaan pada proses perbaikan beton biasa, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 2.802.725/m3, sementara pada beton self-healing hanya menghabiskan biaya Rp 2.359.295/m3. Hal ini menunjukkan, penggunaan self-healing concrete dapat menurunkan biaya sebesar Rp 442.725/m3. Dari sini dapat terlihat bahwa self-healing concrete bisa dijadikan solusi pemeliharaan infrastruktur rendah biaya.

Berikut sekilas mengenai Mikroba yang membantu perbaikan beton, mungkin anda tertarik untuk membeli produk beton pracetak anda bisa langsung saja cek social media kita yakni di PT ASIACON atau bisa pesan langsung di call senter kami dibawah ini.

by ASIACON: Box Culvert, Konblok Harga, Pagar Panel Beton Motif, Conblock Taman.

Bagaimana Kami Dapat Membantu Anda?

Informasi produk & cara pemesanan, hubungi kami via WhatsApp!

source : #jalan aspal

Let's Share This:
Posted in News and tagged , , , , .